Menurunnya moralitas seiring berkembanya teknologi. Sudah beradab seperti apakah etika manusia kini?
Memasuki abad ke-21, moralitas kian menurun akibat seiring berkembangnya teknologi. Contohnya, anak-anak hingga dewasa sekarang terlalu dibebaskan dalam bertindak misalnya berbahasa kasar kepada orang yang diatas umurnya ataupun dibawahnya. Hal ini sudah terbilang bahwa kurangnya penekanan penerepan moralitas dari pihak keluarga, masyarakat, dan pendidik formal maupun tidak formal juga kurangnya disiplinsasi dari diri sendri sehingga merusak perfektif orang lain terhadap diri sendiri.
Kehidupan
nyata masyarakat manusia masih tetap diliputi berbagai macam konflik. Secara
klasik, ada dua jenis konflik kepentingan yaitu antara kepentingan umum
keseluruhan masyarakat dan kepenti ngan khusus bagi setiap individu. Ketika
kepentingan umum tidak menyerap keberagaman tuntutan individual dan ketika
kepentingan individual mengganggu kepentingan umum, maka pasti terjadi konflik.
Misalnya, pembebasan tanah warga untuk pelebaran jalan akan mengakibatkan
konflik antara kepentingan individual dan masyarakat keseluruhan, jika hak
warga atas tanah itu dirampas begitu saja. Di era teknologi komunikasi ini,
komunikasi individual semakin mengglobal.
Kini, tradisi konflik antara kepentingan individu dan masya rakat
melemah dan bahkan cenderung tidak muncul ke permukaan. Sedangkan yang muncul
adalah konflik antar individu atau grup untuk mendapatkan kekuasaan dalam
pemerintahan. Proses demokratis untuk meraih suatu kekuasaan semakin
dikendalikan sepenuhnya denga n sistem “money politics”.
Secara langsung atau tidak langsung, moralitas dan etika hanya bisa
berlaku secara sempurna di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang yang hidup
dengan mengisolir diri di tengah hutan, seolah-olah tidak memerlukan moral dan
etika. Tetapi ketika mulai memanfaatkan sumber daya hutan, apalagi jka cara
pemanfaatannya cenderung merusak, maka perilakunya sudah masuk ke dalam lingkup
moral dan etika. Hal itu karena kelangsungan hidup dan kehidupan pada umumnya,
termasuk kehidupan bermasyarakat, mutlak bergantung pada keberadaan hutan.
Karena sifatnya universal, maka pemikiran kritis tentang moral dan etika lebih
menyoal pada masalah kesadaran moral, yang berkedudukan pada awal dari seluruh
kegiatan hidup. Sadar akan asal-mula dan tujuan kehidupan, maka manusia sadar
tentang apa yang perlu dilakukan dalam menjalani kehidupannya. Atas kesadaran
moralnya, seseorang terdorong untuk melakukan perbuatan yang baik dan bernilai
guna bagi kelangsungan dan tujuan hidup.
agar kehidupan berlangsung hingga tujuan akhir, maka manusia harus
mampu menyediakan segala kebutuhan hidup. Sadar atas segala kekurangan dan
keterbatasannya, seseorang lalu menjalin hubungan dengan orang lain sesamanya.
Adapun tuju annya tidak lain adalah agar mereka bisa saling menutupi
kekurangannya, dengan cara mengikat diri dalam kebersamaan menurut sistem
tertentu yang telah mereka sepakati, sehingga terbentuk suatu kebersamaan di
dalam sebuah organisasi sosial kemasyarakatan. A tas kesadaran moralnya itu,
setiap orang terdorong untuk membangun potensi diri menjadi lebih otonom dan
kreatif, agar kualitas kerja sama menjadi semakin kuat. Jika dorongan itu
berkembang, maka otomatis dinamika kehidupan sosial ke arah kemajuan hidup be
rkembang pula. Kemudian, kesadaran moral juga berfungsi sebagai pengendali
perilaku, sedemikian rupa sehingga seseorang mampu berperilaku jujur menurut
moralitas bersyukur (ketika memperoleh sesuatu),
bersabar (ketika mendapat ujian hidup) dan berikhlas (k etika harus
kehilangan). Sesungguhnya, kesadaran moral itu selalu ada di dalam diri setiap
orang. Hanya saja sering kali terhalang oleh nafsu negatif yang mendorong suatu
perbuatan dilakukan. Nafsu adalah baik, tetapi ketika tidak terkontrol oleh
akal dan tanpa pertimbangan rasa, maka lalu berubah menjadi kejahatan, disini saya contohkan adalah
koruptor, dan para tindak kriminalitas lainnya.
Oleh sebab itu, hanya ada satu jalan rekonstruksi sosial yaitu
“revolusi moral”, tentu melalui jalan pendidikan bukan melalui jalan
pertumpahan darah. Seluruh komponen pendidikan (formal, informal, dan
non-formal) mutlak perlu mengelola proses pembelajaran ke ara h titik puncak
piramida yaitu membangun kesadaran moral. Karena, dengan kesadaran moral, maka
dunia bathin menjadi dinamis bergerak ke arah perilaku jujur, penuh kesyukuran,
kesabaran dan keikhlasan. Jika kesadaran moral tumbuh, maka norma -norma etika
dan aturan hukum positif akan mudah ditaati oleh siapapun (terutama para
pemimpin). Berarti pintu gerbang kesejahteraan umum terbuka lebar. Jadi,
kesadaran moral memiliki kekuatan memposisikan dan memfungsikan segala potensi
individual untuk “social eforcement”, sedangkan masyarakat difungsikan sebagai
sistem proses mencapai kesejahteraan umum. Oleh karena itu tidak perlu lagi
terjadi saling menyudutkan antara paham individualisme dan kolektivisme. Justru
dengan kesadaran moral, kebebasan dan kreativitas individual mendapat saluran
yang tepat, dan sebaliknya kolektivisme bisa mendapatkan jati dirinya di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Jadi, kesadaran moral mendorong terbentuknya suatu keterikatan sosial
dalam bentuk kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Atas kesadaran moral
itulah kemudian berfungsi menjadi satu wawasan bagi seluruh individu dalam
bermasyarakat. Kedua, kreativitas dalam reproduksi. Wawasan sosial tersebut,
selanjutnya mendorong kehidupan bermasyarakat untuk meningk atkan kreativitas
dan produktivitas. Kreativitas kehidupan suatu masyarakat sangat ditentukan
oleh lapisan sosial golongan tengah (middle class). Golongan ini adalah kaum
intelektual dan berkompeten.
Jadi, atas potensi kreatifnya itu, kehidupan masyarakat menjadi lebih
lebih maju, kreatif, produktif, dan mandiri di masa depan, sehingga, bukan
menjadi masyarakat bergantung, melainkan masyarakat otonom yang mampu mengelola
kehidupan atas kemampuan sendiri. Ketiga, pengendalian perilaku dalam
berproduksi. Teknologi dan perindustrian, memiliki kekuatan pelipat-gandaan
dalam berproduksi, tetapi perlu diingat bahwa kharakteristik berproduksi
seperti itu, berakibat eksploratif dan eksploitatif terhadap sumber daya alam,
sehingga ekosistem bisa terancam.
Untuk itu, di dalam kehidupan bermasyarakat baik pada taraf individual maupun kelembagaan sosial secara moral dan etika bertanggung -jawab atas perilaku berproduksi. Secara moral dan etika, tujuan meningkatkan produktivitas tidak ada lain kecuali untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi totalitas kemasyarakatan.
Mari kita tanamkan bersama moral dan etika dalam bermasyarakat agar menjadi lebih harmonis dan saling menghargai antar sesama.
Baca Juga : Pengetahuan Sosial - Identifikasi Kenapa Jakarta Selalu Banjir